re:act (IAI & URDI) Post Tsunami Disaster Response in Dusun Diwai Makam Banda Aceh

re:act (IAI & URDI) Post Tsunami Disaster Response in Dusun Diwai Makam Banda Aceh
"Balle"Gampong Diwai Makam (build by re:act and community)

Senin, 23 Maret 2009

Musrenbang...ohh....musrenbang (sekelumit catatan harian tentang Partisipasi vs Pembangunan)

Seminggu belakangan ini terasa pening juga kepalaku, terngiang-ngiang di kepala celetukan dan gurauan salah seorang Geuchik (read: Lurah di Aceh) di Pesisir Barat Aceh 2 tahun lalu, beliau komentar tentang Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) waktu itu. Dan, sekarang ini Musrenbang tahunan datang kembali, karena memang sudah siklusnya seperti itu.

Sebut saja namanya Geuchik Dien, begini katanya...."Jon..... ini apalagi??.... Muresbang...muresbang terus... Memangnya masyarakat makan Muresbang apa?.. tahun kemarin sudah kita usul sepuluh Program, jangankan semua yang disetujui, satu pun tak ada kabar berita rimbanya.... (tentunya dengan semangat yang berapi-api, sambil meyeruput segelas kopi Aceh yang luar biasa nikmat, beliau menyambung perkataannya).... buat apa muresbang-muresbangan lagi!!... ga ada gunanya!"

Waduh.... (langsung terucap dalam hati, sambil mengurut-ngurut dahi) terus mengamati rona muka Geuchik Dien, yang merah terbakar, karena beliau seorang Nelayan Tangguh, serta tipikal Pemimpin Masyarakat yang menjaga kuat amanah warga yang menunjuk beliau menjadi Pemimpin Gampong (read: Desa di Aceh).

Tak mau kalah dengan Pak Geuchik, aku pun ikut menyuruput seteguk kopi Arabika terbaik Pulau Andalas tersebut, sambil tertawa-tawa kecil karena melihat dan mendengar Pak Geuchik mengatakan dengan semangat yang berapi-api kata Muresbang, yang terdengar agak lucu, dan unik ditelinga--karena seharusnya Musrenbang--.

Aku tidak tahu apa bahasa ilmiahnya/terminologinya. Aku coba saja dengan istilah Partisipasi VS Perencanaan (Pembangunan). Ini fenomena yang unik, saling mengisi tetapi bertolak belakang, saling menekan tetapi ingin keleluasaan, saling berhimpitan tetapi ingin kelapangan.

Kenyataannya, kita berteriak-teriak masyarakat harus berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pembangunan, Good Governance harus diwujudkan, harus tercipta hubungan harmoni antara Government, Community dan Citizen --begitu yang sering aku dengar dari setiap seminar/workshop, atau dari mulut aktivis LSM Nasional maupun Internasional--.

Tapi, bila kita lihat disisi yang lain, masyarakat (mulai) apatis dalam mewujudkan proses partisipasi tersebut (musrenbang). Apa dikata, ini adalah suatu proses, dan proses itu pastinya panjang, mengingat kita ini adalah negara berkembang. Yang selalu mencari2 bentuk yang cocok sampai berhenti pada titik yang relatif stabil.

Seperti kita ketahui, awal tahun merupakan titik awal bagi Pemerintah Daerah untuk memulai lembaran baru dalam menyusun rencana tahunannya. Dimulai (seharusnya) dengan menyusun Rancangan Awal RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses Musrenbang.

Musrenbang adalah proses partisipatif dalam siklus tahunan daerah, tidak bisa disangkal, karena diamanatkan dalam UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Ini merupakan "menu wajib" bagi Pemerintah Daerah (Bappeda), dengan tahapan panjang yang dilalui mulai dari Musrenbang tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, sampai dengan Kabupaten/Kota (untuk daerah tingkat II) dan dilanjutkan ke Musrenbang Provinsi (Tingkat I), diakhiri pada Musrenbang Nasional (Tingkat Nasional).

Ini baru Musrenbang Tahunan Daerah, Provinsi dan Nasional, belum lagi Musrenbang RPJMD, RPJPD, RTRW. Dan, ditambah lagi dengan jenis-jenis Musrenbang lainnya, versi yang berbeda tetapi dengan isi yang tidak jauh berbeda, dibungkus dengan label-label proyek-proyek pemberdayaan masyarakat. Seperti P2KP, PPK, PNPM, P2DTK, dll. Terpikir dalam hati, wahhh..makin banyak saja Musrenbang yang harus dilakukan masyarakat, tentunya dalam upaya mewujudkan Partisipasi Masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

Apabila kita melihat siklus tersebut, sangat nyata bahwa proses partisipasi terbuka lebar bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah --bisa dibayangkan proses partisipatifnya, dari tingkat Desa s/d Nasional--, tinggal kualitas teknis pelaksanaannya saja yang perlu dijaga bersama.

Jika menilik pada proses tersebut, aku coba menganalogikannya seperti ini, Perencanaan dan Pembangunan Tahunan Daerah seperti sebuah massa kubus besar, yang terbentuk dari massa-massa kubus kecil, dan Musrenbang adalah salah satu masa dari kubus kecil tersebut. Hilang satu maka bentuk kubus besar tidak akan sempurna.

Ada beberapa hal yang krusial yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Musrenbang ini, diantaranya; (1) Kualitas Delegasi/Perwakilan Masyarakat, CSO, dll;
(2) Kualitas Facilitator dari Pemerintah Daerah;
(3) Metoda jaring aspirasi dan prioritisasi usulan yang digunakan;
(4) Kebijakan yang berubah-ubah, mis; tentang form yang digunakan;
(5) Berapa besar sumber dana (APBD) yang dikeluarkan dalam melakukan proses ini?. Matematisnya adalah seperti ini, berapa biaya 1 orang peserta?, 1 Kelurahan/Desa berapa pesertanya? 1 Kecamatan berapa Desa/Kelurahan?, 1 Kabupaten/Kota Berapa Kecamatan?, kita ada berapa propinsi, dst. Aku coba ambil contoh saja di Kab. Aceh Besar, disana ada 600 lebih Gampong atau Desa, kita kali saja 1 Musrenbang Desa=Rp.1jt. total Musrenbang Desa=Rp.600jt. Belum lagi Musrenbang Kecamatan (disetiap kecamatan dilakukan), Kab/Kota, dst.
(6) dst.--tak disangka banyak juga ternyata--

Akhirnya, kalau boleh meminjam tangganya Arnstein (1969:217) tentang Partisipasi, dimana beliau membagi tangga partisipasi menjadi 8 tingkatan, yaitu; tangga 1 dan 2, Manipulation dan Therapy (masuk dalam kelompok nonparticipation), tangga 3 s/d 5, Informing, Consultation, Placation (kelompok tokenism) dan tangga terakhir 6 s/d 8, Partnership, Delegated Power dan Citizen Control (kelompok Citizen Power). lalu, timbul pertanyaan sudah sampai ditangga manakah proses Partisipasi tersebut telah kita capai (?).

Wahhh.... Geuchik Dien ternyata buat aku ngelantur saja, baru Musrenbang sudah pening kepalaku ini. Apalagi bicara tentang Pembangunan Kota dan Desa, dengan PRA, RRA, CAP, CBDR, CBDRR... dst, tentang partisipasi masyarakat tentunya. Maklum negara berkembang.. heheheee ... (alasan saja). Bgm menurut yang lainnya?

Tidak ada komentar: